REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) mulai Senin (3/9) menerapkan sanksi untuk penegakan aturan membawa uang kertas asing (UKA) dengan nilai lebih dari Rp 1 miliar.
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Ahad (2/9).
Denda ditetapkan sebesar 10 persen dari jumlah dana yang dibawa.
Kepala Departemen Pengelolaan Devisa BI Hariyadi Ramelan mengatakan, pengawasan ketentuan tersebut akan dilaksanakan Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Pengawasan dilakukan di semua pintu-pintu kepabeanan Indonesia, baik untuk pembawaan UKA ke luar maupun ke dalam daerah pabean,” kata Hariyadi, Senin (3/9).
Dia menjelaskan, setelah pengawasan dilakukan, akan diterapkan sanksi jika ditemukan pelanggaran. Sanksi atas pelanggaran pembawaan UKA tersebut, kata Hariyadi, akan ditegakkan oleh Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mulai Senin ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI Tahun 2018.
Selanjutnya untuk prosedur operasi standar (SOP) terkait pengawasan dan penindakan ditandatangani oleh Menteri Keuangan. “Ini diharmonisasikan dengan penegakan sanksi sesuai peraturan pemerintah mengenai pembawaan uang tunai,” ujar Haryadi.
Untuk itu, Haryadi menegaskan, pengawasan dan penindakan akan diberlakukan. Pengawasan tersebut, menurutnya, dilakukan baik untuk pembawaan yang dilakukan melalui jalur penumpang, pelintas batas, maupun kargo.
Saat ini, BI menerapkan sanksi pembawaan UKA dengan nilai lebih dari Rp 1 miliar yang dilakukan oleh orang atau korporasi. Dengan begitu, yang bisa membawa UKA lebih dari batas tersebut hanya yang berizin, yaitu bank dan penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) bukan bank yang telah memiliki izin dan persetujuan BI.
Sanksi denda dipastikan akan diterapkan pada perorangan atau badan yang belum memiliki izin BI sebesar 10 persen dari seluruh jumlah UKA yang dibawa. Sementara itu, jumlah denda paling banyak setara dengan Rp 300 juta.